Senin, 11 Juli 2011

Topeng Monyet, antara Kebutuhan dan Ironisme mempertahankan seni budaya

Hiruk pikuk kehidpan mahasiswa IPB seolah-olah sudah menjadi tradisi yang harus terjadi. Terutamanya di daerah sekitaran Babakan Raya (alias Bara ^^). Aku melangkahkan kaki yang sebetulnya telah letih ini menuju Cyber Merpati IPB. Sayup-sayup aku mendengar bunyi dentingan alunan musik yang baru satu tahun ini akrab di telingaku. Ya,,apalagi kalau bukan pertunjukan topeng monyet.
 
Lalu lalang mahasiswa seolah membiarkan salah satu atraksi seni budaya yang lumayan dikenal di era sebelum 80-an ini di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ia, memang begitulah faktanya. Seni topeng monyet mulai ditinggalkan. Ia diacuhkan seperti lalu lalangnya mahasiswa seolah tak melihat pertunjukan itu. Aku terpaku melihat keletihan sang pawang, penabuh gamelan, dan apalagi si monyet yang terus-terus berusaha menarik perhatian penonton agar memberi sedikit untuk kebutuhan pawangnya dan dirinya. Tapi, tidak beberapa yang peduli pada kelompok ini.

Di tengah semakin mahalnya biaya hidup dan sempitnya lapangan pekerjaan. Sungguh menjadi sebuah dilema untuk memutuskan hidup dengan jalan mempertahankan kesenian topeng monyet ini. Tapi tetap saja ada sebagian diantara kita yang memilih mempertahankan kesenian ini. Butuh kepedulian dari kita untuk menghargai jerih payah mereka yang bersedia berkorban untuk mempertahankan kesenian nusantara. Kalau kita terus tidak pedui, jangan salahkan mereka jika suatu hari kelak kita akan melihat kesenian kita diabadikan oleh pihak lain (Baca: Negara lain) kemudian kita berkoar-koar kalau itu kepunyaan kita. Kemana saja kita selama ini sampai-sampai mereka yang mempertahankan kesenian itu terus hidup dalam kemiskinan karena tiada yang peduli? Apalah beratnya memberikan setidaknya sisa kembalian uang belanja kita dari pasar untuk menopang ekonomi mereka sang pejuan kesenian ini.

Tidak hanya topeng monyet, tapi  masih banyak kesenian nusantara yang terancam di ambang kepunahan. Meski ada yang bersedia berkorban demi mempertahankan kesenian ini, tapi toh mereka tetap makhluk yang punya kebutuhan. Ayo mahasiswa! Kita adalah pelanjut estafet kepemimpinan bangsa. Mana kepedulianmu terhadap bangsa dan kebudayaan negeri ini?

1 komentar:

Hepsanti mengatakan...

hm... jadi terinspirasi utk lebih menghargai mereka. :)